Pecinta Alam: Peran, Tantangan, dan Etika dalam Menghargai Alam
oleh : Ifan "Biko" Kiki Kurniawan
Pecinta alam merupakan istilah yang mencakup individu atau kelompok yang memiliki kecintaan mendalam terhadap alam dan berkomitmen untuk melestarikannya. Sejak kematian Soe Hok Gie pada tahun 1969 akibat menghirup gas beracun Gunung Semeru, jumlah pencinta alam di Indonesia meningkat pesat. Sebagai aktivis dan suka berpetualang di alam bebas, Soe Hok Gie memiliki hobi berpetualang. Selain untuk berpetualang atau hibura, pecinta alam juga memiliki tujuan yang lebih bermakna, terlebih lagi didasarkan pada kode etik pecinta alam Indonesia dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974.
Peran Pencinta Alam
Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) adalah organisasi atau kelompok kegiatan mahasiswa yang bekerja untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan mengikuti kode etik pencinta alam, seperti memelihara alam beserta isinya, menggunakan sumber alam secara bijaksana, dan menciptakan persaudaraan antara pencinta alam dengan asas seperti tolong menolong dalam menjaga lingkungan. Pecinta Alam juga terlibat dalam kegiatan sosial. Satu di antaranya adalah dalam kegiatan bakti sosial terhadap korban bencana alam, di mana terdapat perwakilan anggota yang juga terjun langsung untuk membantu. Ini menunjukkan bahwa siswa yang mencintai alam ini tidak hanya terlibat dalam kegiatan fisik tetapi juga terlibat dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, seperti melakukan gotong-royong atau tolong-menolong, yang merupakan contoh perilaku prososial (Parahita.s, dkk, 2023, hlm. 2).
Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi pecinta alam, seperti Himapala, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama anggotanya, terhadap pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Melalui partisipasi langsung dalam berbagai kegiatan, anggota Himapala diharapkan dapat lebih peduli dan aktif dalam menjaga kondisi alam. Organisasi ini berperan sebagai wadah yang efektif untuk membangkitkan kesadaran dan kecintaan mahasiswa terhadap lingkungan, dengan memberikan pendidikan tentang isu-isu lingkungan yang relevan (Mulyani, 2017, hlm 912).
Pengamatan terhadap tradisi masyarakat terhadap kelestarian lingkungan juga menunjukkan peran penting pecinta alam. Misalnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap tradisi masyarakat di Kampung Kuta dan Kampung Naga, Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki tradisi yang kuat dalam menjaga lingkungan, dan komunitas pecinta alam dapat memperkuat dan memperluas kecintaan terhadap alam ini (Ahmad Lutfi Elhakim, dkk, 2023, hlm. 24).
Tantangan Pencinta Alam
Pecinta alam sering menghadapi berbagai tantangan yang dapat mempengaruhi keselamatan dan keberhasilan kegiatan mereka. Salah satu tantangan utama adalah kondisi fisik dan mental yang harus dimiliki oleh setiap pendaki. Medan yang sulit, cuaca yang tidak menentu, serta risiko kecelakaan di alam bebas dapat menjadi hambatan serius. Menurut Marlia Husna (dalam Nurhayati.A, 2017, hlm. 15), banyak kecelakaan terjadi di gunung akibat lemahnya fisik pendaki, kurangnya persiapan, dan ketidakmampuan dalam mengatur pola makan dan gizi. Hal ini menunjukkan bahwa persiapan fisik yang matang dan mental yang kuat sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan yang ada di alam.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi pecinta alam adalah pengelolaan peralatan perlengkapan pendakian. Banyak pendaki yang tidak memperhatikan standar keamanan dalam membawa perlengkapan, sehingga dapat menimbulkan bahaya saat berada di lokasi pendakian. Kecelakaan sering kali disebabkan oleh penggunaan peralatan yang tidak memadai atau tidak sesuai dengan kondisi medan yang akan dilalui (Marlia Husna, 2007). Oleh karena itu, penting bagi pecinta alam untuk memahami fungsi dan kegunaan setiap perlengkapan yang dibawa serta memastikan bahwa semua peralatan memenuhi standar keselamatan.
Di samping itu, terdapat juga tantangan dari dalam komunitas itu sendiri. Beberapa anggota mungkin lebih tertarik pada aspek petualangan dan pencapaian pribadi daripada pada tujuan pelestarian lingkungan. Dalam beberapa kasus, kegiatan berpetualang justru digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan ego dan prestise, bukan sebagai upaya untuk mencintai dan melestarikan alam. Hal ini menunjukkan perlunya kesadaran kolektif di antara anggota komunitas tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara petualangan dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Terakhir, tantangan besar lainnya adalah perubahan iklim yang semakin mempengaruhi kondisi alam. Pecinta alam harus mampu beradaptasi dengan perubahan cuaca ekstrem dan memahami dampak dari aktivitas manusia terhadap lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat mengubah pola cuaca secara drastis, sehingga mempengaruhi keamanan dan kenyamanan saat melakukan aktivitas di luar ruangan. Oleh karena itu, pemahaman tentang isu-isu lingkungan global menjadi semakin penting bagi pecinta alam untuk memastikan bahwa mereka dapat melakukan kegiatan mereka dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Etika dalam Menghargai Alam
Dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam, penerapan etika tanggung jawab melibatkan banyak elemen penting. Pertama, ketidakadilan struktural yang ada dalam masyarakat harus diakui dengan jelas. Ini merupakan langkah awal untuk mengatasi ketidaksetaraan yang terjadi. Kedua, etika tanggung jawab harus mencakup lebih dari sekadar keadilan sosial, serta konsep keadilan ekologi. Ini berarti memperlakukan alam sebagai subjek hak yang memiliki perlindungan setara dengan hak asasi manusia. (Sandryani, 2023).
Selain itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus menempatkan lebih banyak perhatian pada perlindungan lingkungan secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa perlindungan alam setara dengan hak manusia, dan bahwa akses keadilan bagi alam juga harus menjadi perhatian utama. Dalam konteks ini, kerentanan alam merupakan kelompok rentan. Pendidikan berbasis lokasi dapat meningkatkan pemahaman tentang konteks lokal dan prinsip-prinsip kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Model ini memungkinkan orang untuk lebih terhubung dengan lingkungan sekitar mereka dan memahami bagaimana kebijakan berdampak pada komunitas lokal. Dengan demikian, perlu ada integrasi yang kuat antara kesadaran tentang ketidakadilan struktural, pemahaman yang lebih luas tentang keadilan ekologi, perlindungan alam, akses keadilan ke alam, dan penggunaan model pendidikan berbasis tempat, karena penerapan etika tanggung jawab juga harus mencakup keadilan sosial-ekologis, yang mempertimbangkan pemenuhan kepentingan alam dan manusia dalam konteks yang lebih luas. Untuk menghasilkan etika pengelolaan sumber daya alam yang lebih inklusif dan ekologis, konsep-konsep ini digabungkan dengan konsep ekologi mendalam dan ekosofia (Sandryani, 2023, hlm. 9).
Referensi :
Husna, Marlia. 2007. Hubungan Antara Sensation Seeking Self Esteem Pada Pendaki Gunung Di Mapala Universitas Andalas. Padang :UPI “YPTK” Padang.
Mulyani, R. (2017). Peran Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam Unesa Dalam Melestarikan Lingkungan Hidup. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 5(03).
Nurhayati. A. (2017). Perbedaan Environmental Behavior Mahasiswa Pendaki Gunung Berdasarkan Keikutsertaan Dalam Kelompok Pecinta Alam. Universitas Negri Jakarta.
Parahita.S. (2023). Gambaran Perilaku Prososial Pada Mahasiswa Pecinta Ala. Journal Of Social Science Research, Volume 3 Nomor 6 Tahun 2023 Page 1471-1484 E-Issn 2807-4238 And P-Issn 2807-4246.
Sandryani. (2023). Penerapan Etika Dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan. 1(2), 1–25. Https://Doi.Org/10.11111/Nusantara.Xxxxxxx
0 Comments