PERJALANAN XPDC BANDA NAIRA

Bandung - Selasa, 17 Juni 2025 Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum (MAPACH) Universitas Pendidikan Indonesia melakukan upacara pelepasan Ekspedisi Safari Sadar Hukum. Upacara pelepasan dilaksanakan pada pukul 16.00 WIB di halaman belakang University Center, upacara ini dipimpin oleh Pembina MAPACH, yaitu Dr. Asep Mahpudz, M. Si dan dihadiri oleh organisasi pecinta alam yang terdapat di UPI. Target ekspedisi tahun ini ialah eksplor bagian timur Indonesia, tepatnya di Kepulauan Banda Naira, Maluku Tengah, Maluku. Ekspedisi ini bukan sekadar perjalanan fisik lintas pulau, tetapi sebuah ikhtiar menyelami kembali akar-akar kebangsaan yang tumbuh dari sejarah, budaya, dan masyarakat lokal.

Dokumentasi Foto Bersama Upacara Pelepasan Ekspedisi
Sumber: Mapach (2025)

Keberangkatan dimulai pada pukul 20.35 WIB dari UPI menuju Stasiun Kiaracondong menggunakan angkot Mang Erwin dan tiba pada pukul 21.15 WIB. Pukul 22.20 tim ekspedisi melakukan check-in kereta antar kota menuju Stasiun Kertosono dengan harga Rp. 100.000/orang. Keesokan harinya (18 Juni 2025), tim ekspedisi melakukan transit di Stasiun Kertosono pada pukul 10.25 WIB, sebelum menuju stasiun selanjutnya kami makan siang, bersih-bersih diri dan sholat. Kami kembali melanjutkan perjalan menuju Stasiun Surabaya Gubeng dari pukul 12.55 sampai dengan 15.48 WIB dengan harga tiket Rp. 17.500/orang. Setibanya di Stasiun Gubeng kami langsung melanjutkan perjalanan dengan menggunakan gocar menuju Pelabuhan Tanjung Perak dan tiba pada pukul 16.53 WIB dengan harga Rp. 45.000/mobil.

Dokumentasi Foto Bersama Tim Ekspedisi - St. Kiaracondong 
Sumber: Mapach (2025)

Sebelum memasuki kapal kami melakukan check-in. Kapal yang kami gunakan ialah Kapal Pelni KM. Labobar dengan tujuan akhir Pelabuhan Banda Naira, dengan harga tiket Rp. 682.500/orang. Dalam perjalanan, kami transit di beberapa pelabuhan. Makassar – 19 Juni 2025, kami transit di Pelabuhan Makassar pada pukul 23.13 WITA. Kemudian transit selanjutnya di Pelabuhan Murhum Bau Bau pada tanggal 20 Juni 2025 pukul 18.03 WITA. Transit terakhir kami di Pelabuhan Ambon pada tanggal 21 Juni 2025 pukul 21.16 WIT, kami mengambil bibit pohon mangrove dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melalui kerjasama dengan MAHIPALA Universitas Islam Negeri Abdul Muthalib Sangadji. 

Dokumentasi Foto Bersama Pelabuhan Tanjung Perak & Murhum Bau-Bau 
Sumber: Mapach (2025)

Banda Naira, Maluku Tengah – Minggu, 22 Juni 2025 pukul 08.18 WIT kami tiba di Pelabuhan Banda Naira. Kedatangan kami disambut baik oleh teman-teman MAHARIPALA dan Rektor Universitas Banda Naira (UBN), yaitu Bapak Dr. Muhammad Farid, M. Sos. Kami singgah sebentar di Wisma Dosen UBN untuk memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami. Pukul 09.06 WIT kami diarahkan menuju Dusun Kalombo untuk menempati rumah yang sudah disiapkan untuk kami huni dalam 6 hari kedepan. Untuk menuju Dusun Kalombo kami harus menyebrang sebentar menggunakan ketinting (perahu), sekali menyebrang kami dikenakan tarif 3.000/orang. Sesampainya disana kami disambut hangat oleh Bapak RT dan Bang Ris selaku Ketua Pemuda Dusun Kalombo sekaligus orang yang membantu kami menyiapkan tempat tinggal. Sembari istirahat kami menjelaskan beberapa agenda yang akan kami lakukan.

Sorenya, sekitar jam 15.00 sampai dengan 16.00 WIT kami melakukan kegiatan sosialisasi peduli lingkungan bersama generasi warna-warni. Setelah itu, kami menghabiskan sore hari dengan mengunjungi istana mini, lalu makan malam di Kedai Paparipi. Kami kembali ke rumah pada pukul 20.55 WIT. Malamnya sebelum istirahat, kami ramah tamah dengan beberapa warga sekitar khususunya pemuda-pemudi Dusun Kalombo.

Dokumentasi Foto Bersama Generasi Warna-Warni
Sumber: Mapach (2025)

23 Juni 2025 – Keesokan harinya setelah kami sarapan bersama, kami mengunjungi beberapa tempat situs sejarah yang terdapat di Pulau Naira sebagai langkah kami dalam mengambil dan mengumpulkan data untuk penelitian, diantaranya Rumah Pengasingan Bung Hatta, Rumah Pengasingan dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Pengasingkan Iwa Kusumasumantri, Benteng Nassau, Benteng Belgica, Parigi Rante, setiap tempat situs sejarah yang kami datangi tidak dipatok harga masuk melainkan pengunjung diperkenankan memberi seikhlasnya. Sebelum kembali ke rumah kami makan malam di kedai bakso yang bertempat di depan Benteng Belgica sembari menikmati suasana malam Pulau Naira.

Dokumentasi Foto Bersama di Rumah Pengasingan Bung Hatta 
Sumber: Mapach (2025)

Dokumentasi Foto Bersama di Benteng Belgica
Sumber: Mapach (2025)

24 Juni 2025 – Pukul 06.30 WIT kami kembali melakukan observasi atau pengumpulan data ke Pulau Lonthor dengan menggunakan ketinting dan perorangnya membayar sebesar Rp. 10.000/orang. Adapun tempat yang kami datangi diantaranya Benteng Hollandia, Kuburan Kuno Nona Lantzius, Perkebunan Pala, Batu Bedarah (Blood Stone), dan Parigi Pusaka.

Dokumentasi Foto Bersama di Pohon Sejuta Umat 
Sumber: Mapach (2025) 

Dokumentasi Tim Ekspedisi di Perkebunan Pohon Pala 
Sumber: Mapach (2025)

Sekitar pukul 12.00 WIT kami kembali ke Dusun Kalombo untuk persiapan penanaman mangrove. Penanaman mangrove kali ini dilakukan di Pantai Tanda, Dusun Kalombo dengan jenis mangrove rhizhopora sebanyak 50 bibit. Kami juga melibatkan Pemuda-pemudi Dusun Kalombo dalam kegiatan penanaman kali ini. Kegiatan ini menjadi bentuk nyata dari kontribusi kami dalam menjaga ekosistem pesisir serta mengajak masyarakat turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan. Harapannya semoga pohon yang kami tanam bersama dapat tumbuh dan mencegah abrasi pantai. Setelah kegiatan menanam kami menikmati keindahan Pantai Tanda yang sedang surut sembari bermain air.

Dokumentasi Foto Bersama Penanaman Mangrove 
Sumber: Mapach (2025)

25 Juni 2025 – Pagi hari selepas sarapan dan briefing singkat kami kembali menyebrang menuju Pulau Naira untuk persiapan kegiatan seminar yang bertempat di Rumah Pengasingan Bung Hatta. Adapun kegiatan seminar ini diisi oleh Rektor UBN yakni Bapa Dr. Muhammad Farid, M. Sos. Pada kegiatan ini, dihadiri oleh pemuda-pemudi Dusun Kalombo, mahasiswa UBN, dan mahasiswa KKN UGM – Naira Basudara. Harapannya dari kegiatan ini dapat memperkuat karakter nasionalisme, meneladani tokoh-tokoh perjuangan serta lebih menghargai jasa-jasa para pahlawan terutama peninggalan-peninggalan yang terdapat di Banda Naira.

Dokumentasi Foto Bersama Seminar
Sumber: Mapach (2025)

Sekitar pukul 13.00 WIT kami diundang oleh Tim KKN UGM - Naira Basudara untuk melalukan kegiatan FGD perancangan modul kontekstual untuk sekolah alternatif. Tujuan utama dari FGD ini adalah merancang modul pembelajaran kontekstual yang nantinya akan digunakan oleh Generasi Warna-Warni dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah alternatif mereka. Modul tersebut difokuskan pada penguatan karakter dan nasionalisme anak-anak Banda Naira, dengan pendekatan berbasis pengalaman langsung, lingkungan sekitar, serta cerita sejarah lokal yang dikemas dalam metode belajar yang menyenangkan dan aplikatif. Kolaborasi ini menjadi momen penting yang menunjukkan semangat sinergi antar mahasiswa lintas kampus dan komunitas lokal dalam membangun pendidikan yang relevan dan berdaya guna. Setelah acara FGD selesai kami kembli pulang ke Dusun Kalombo untuk bebersih diri dan briefing persiapan agenda mendaki.

Dokumentasi Foto Bersama FGD dengan KKN UGM-Naira Basudara
Sumber: Mapach (2025)

26 Juni 2025 – sekitar pukul 07.45 WIT kami melakukan pemanasan sebelum mendaki Gunung Lewerani Api Banda. Pendakian awal kami ditemani oleh gerimis kecil dan kabut tipis. Setelah melewati tiga pos, di pukul 09.40 kami tiba di puncak dan disambut kabut yang semakin tebal serta hembusan angin dingin. Di puncak gunung kami mendapatkan pengalaman baru dan tak terlupakan yakni memasak menggunakan panas bumi alami. Kami menimbun botol berisi air ke dalam tanah panas yang menguap di sela-sela bebatuan vulkanik fenomena geotermal yang khas dari Gunung Lewerani Api Banda. Dalam waktu singkat, air mendidih tanpa bantuan kompor atau api, dan kami berhasil memasak mie instan serta menyeduh kopi di tengah alam terbuka. Pengalaman memasak langsung dengan kekuatan bumi ini menjadi momen sederhana yang mengesankan, sekaligus mengingatkan kami akan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa. Setelah makan dan mengabadikan momen, kami kembali turun karena cuaca yang semakin tidak mendukung. Sesampainya di rumah, sebagian anggota ekspedisi ada yang bebersih dan sebagian lagi ada yang berenang di pinggiran laut sembari menunggu antrian kamar mandi.

Dokumentasi Foto Bersama di Puncak Lewerani 
Sumber: Mapach (2025)

27 Juni 2025 - kami mengunjungi Pulau Sjahrir dengan menggunakan perahu dan perorangnya membayar sebesar Rp. 37.500/orang. Pulau Sjahrir merupakan tempat pengasingan Sutan Sjahrir seorang tokoh besar kemerdekaan yang dikenal dengan pemikiran progresifnya tentang demokrasi, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Kemudain kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Karaka, sebuah pulau mungil yang menjadi lokasi konservasi terumbu karang yang masih alami dan terjaga. Di tengah air laut yang jernih dan ekosistem bawah laut yang kaya, kami di sadarkan akan pentingnya menjaga kekayaan hayati laut sebagai bagian dari identitas maritim bangsa Indonesia. Melalui kunjungan ini, kami tidak hanya belajar dari masa lalu, tetapi juga diajak berpikir tentang masa depan tentang bagaimana kita sebagai warga negara dapat berperan dalam melestarikan warisan alam dan sejarah bangsa. Malam harinya selepas Sholat Isya kami kumpul bersama warga Dusun Kalombo untuk menikmati malam terakhir kami di Banda Naira, bernyanyi bersama, masak dan menikmati makanan bersama menjadi momen hangat yang akan kami ingat dan rindukan.

Dokumentasi Foto Bersama di Pulau Pisang 
Sumber: Mapach (2025)

Dokumentasi Foto Bersama di Pulau Karaka
Sumber: Mapach (2025)

28 Juni 2025 – pagi setelah sarapan, packing dan bersih-bersih rumah, kami berpamitan kepada warga Dusun Kalombo untuk kembali melanjutkan perjalanan kami selanjutnya. Suasana perpisahan berubah menjadi momen penuh haru yang meninggalkan kesan mendalam. Meski waktu kebersamaan kami tidak terlalu lama, namun ikatan emosional yang terjalin terasa begitu kuat. Senyum hangat warga bercampur dengan rasa berat melepas kepergian kami, seolah mengatakan bahwa kebersamaan sederhana yang terbangun di dusun ini memiliki arti lebih dari sekadar kunjungan biasa. Kami tidak hanya membawa pulang kenangan tentang keramahan dan ketulusan mereka, tetapi juga pelajaran berharga tentang arti kebersamaan, saling menghargai, dan hidup dengan kesederhanaan. Kami pun menyadari bahwa setiap pertemuan pasti mempunyai perpisahan, namun hubungan baik yang terjalin akan tetap dikenang dan menjadi pemantik semangat untuk terus melanjutkan perjalanan dan pengabdian di tempat lain. Dusun Kalombo bukan sekadar persinggahan, melainkan rumah singgah yang penuh makna dalam perjalanan kami. Selepas magrib kapal yang akan kami tumpangi menuju Pelabuhan Ambon dengan harga tiket Rp. 65.000/orang tiba di pelabuhan Banda Naira dan perjalanan kami kembali di mulai.

Dokumentasi Foto Bersama Warga Kalombo
Sumber: Mapach (2025)

29 Juni 2025 – setelah 1 hari 1 malam kami di kapal sekitar pukul 12.30 WIT kami tiba di Ambon. Tujuan utama kami adalah menjalin silaturahmi dengan organisasi pecinta alam di sana. Kami disambut dengan hangat oleh rekan-rekan dari Mahipala UIN Ambon. Sore ke malam kami isi dengan berbincang-bincang terkait cerita perjalanan kami dan perbedaan culture di kedua organisasi pecinta alam.

30 Juni 2025 - kami berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan Wakil Rektor III UIN Ambon, Bapak Dr. Abubakar Kabakoran, S.Ag., M.Si. Diskusi tersebut membahas topik mengenai pendidikan sadar hukum, kesadaran maritim, serta peran mahasiswa dalam mendorong perubahan sosial. Kami juga berjumpa dengan salah satu senior pecinta alam dari Mahapeka UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yaitu Ibu Lela atau yang akrab dipanggil Teh Nyonk, yang kini menjadi dosen di UIN Ambon. Pada sore harinya, kami melakukan latihan wall climbing bersama rekan-rekan Mahipala.

Dokumentasi Foto Bersama Warek 3 UIN Ambon
Sumber: Mapach (2025)


Dokumentasi Latihan Wall Climbing Bersama MAHIPALA UIN Ambon
Sumber: Mapach (2025)

1 Juli 2025 - sebelum melanjutkan agenda ekspedisi berikutnya, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi pusat oleh-oleh khas Ambon. Pada malam harinya, setelah berpamitan dengan Mahipala UIN Ambon kami melanjutkan perjalanan menuju Namlea, beberapa anggota Mahipala juga turut mengantar kami sampai ke pelabuhan Galala. Dari Ambon menuju Namlea kami menggunakan kapal feri dengan harga Rp. 120.000/orang.

2 Juli 2025 – pagi sekitar pukul 06.00 WIT kami tiba di pelabuhan Namlea dan kembali melanjutkan perjalanan darat sekitar 2 jam menuju Desa Dava, Pulau Buru yakni ke rumah salah satu anggota tim ekspedisi. Desa Dava, Pulau Buru merupakan menjadi tempat terakhir yang akan kami datangi sebelum nantinya kami kembali ke Bandung. Di desa ini, kami tinggal selama tiga hari dan menetap di rumah Bapak Ketua Adat merupakan ayah dari salah satu anggota tim kami, di desa ini kami juga mempelajari langsung praktik hukum adat, nilai gotong royong, serta bagaimana kearifan lokal dijalankan sebagai bagian dari tata kelola kehidupan masyarakat.

Dokumentasi Foto Kegiatan Tablig Akbar 
Sumber: Mapach (2025)

5 Juli 2025 – kami kembali harus berpamitan dengan keluarga Belen, sama halnya dengan pamitan-pamitan sebelumnya momen haru tak dapat terbendung, ucapan terima kasih, doa, dan harapan terus mengalir, menegaskan bahwa meski perjalanan ini harus berlanjut, kebersamaan yang telah ditorehkan tidak akan pernah terlupakan. Kami diantar oleh keluarga Belen menuju pelabuhan Namlea. Sekitar pukul 14.00 WIT kami sudah kembali menaiki Kapal Pelni KM. Nggapulu dengan tujuan akhir pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Jarak tempuh dari Namlea ke Surabaya kurang lebih 3 hari dengan biaya kapal sebesar Rp. 317.500/orang.

Dokumentasi Foto Bersama Keluarga Nyasunsur
Sumber: Mapach (2025)

8 Juli 2025 – sekitar pukul 11.00 WIB kami sudah tiba di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dan langsung melanjutkan perjalanan darat menggunakan kereta lokal penataran dari stasiun Surabaya Kota menuju stasiun Kertosono dengan harga Rp. 12.000/orang. Tiba di stasiun Kertosono kami menyempatkan untuk makan malam terlebih dulu sebelum kembali melanjutkan perjalanan. Selepas sholat isya, perjalanan kembali dilanjutkan menggunakan kereta Kahuripan dengan tujuan akhir stasiun Kiaracondong dengan harga tiket Rp. 100.000.

9 Juli 2025 – pukul 07.00 WIB tim ekspedisi tiba kembali di tanah pasundan yaitu Bandung dan kembali pulang ke tempat masing-masing.

Dokumentasi Foto Bersama di Stasiun Kiaracondong 
Sumber: Mapach (2025)

Melalui jejak langkah yang ditempuh dari Bandung menuju Banda Naira hingga Pulau Buru, ekspedisi ini membuktikan bahwa belajar tidak hanya berasal dari ruang kelas, tetapi juga melalui interaksi dengan masyarakat, alam, dan nilai kehidupan yang tumbuh dari kearifan lokal. Rangkaian kegiatan yang terdiri dari penelitian sejarah, seminar pendidikan hukum dan nasionalisme, kolaborasi antarorganisasi pecinta alam, penanaman mangrove, hingga hidup bersama masyarakat adat menjadi pengalaman berharga yang memperkaya wawasan serta membentuk karakter tim ekspedisi agar lebih tangguh, berempati, dan berjiwa pengabdian. Ekspedisi ini juga menunjukkan bahwa semangat persaudaraan sejati dapat tumbuh di mana saja selama manusia memelihara ketulusan dalam berbagi dan menghormati satu sama lain. Lebih dari itu, perjalanan ini meninggalkan banyak pelajaran tentang arti perjuangan, pentingnya menjaga warisan sejarah, serta tanggung jawab generasi muda untuk merawat alam dan budaya bangsanya. Setiap tempat yang disinggahi, setiap tangan yang menyambut, dan setiap kisah yang dibagikan menjadi bagian berharga yang melengkapi perjalanan ini. Perjalanan 22 hari ini mungkin telah usai, namun kenangan yang diukir tidak akan pernah sirna. Sampai bertemu di perjalanan selanjutnya. SALAM MAPACH!!! (Miranda “Mireng” Siregar dan Masna “Nguyek” Bonita Hutabarat)





Post a Comment

0 Comments