Zahra ‘Bodigul’ Ihsani Izzatunnisa
Ketika melakukan
perjalanan pendakian, seringkali kita menemukan coretan-coretan mencolok
sepanjang jalur pendakian, baik itu ditulis menggunakan spidol ataupun yang
lainnya. Coretan tersebut tersebut biasa kita kenal dengan aksi vandalisme. Vandalisme sendiri menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia merupakan perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan
barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya) atau dapat juga
dikatakan sebagai perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas. Ketika
berada di alam, kita dapat melihatnya pada tebing tinggi, ataupun
bebatuan bahkan batang pohon. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat
aksi tersebut dapat sangat merusak keindahan bahkan kelestarian alam. Mirisnya,
kegiatan tersebut seringkali dilakukan oleh oknum pendaki yang mengklaim
dirinya sebagai seseorang yang mencintai alam.
Seperti yang kita
ketahui, pecinta alam yang benar-benar mencintai alamnya adalah individu yang
menanamkan pada dirinya bahwa saat melakukan aktivitas apapun di alam, ia tidak
akan mengambil apapun selain gambar, tidak akan membunuh apapun selain waktu,
dan tentunya tidak meninggalkan apapun selain jejak. Maka dari itu, aksi vandalisme
adalah kegiatan yang sangat jauh dari makna pecinta alam itu sendiri.
Sebenarnya sangatlah
kontradiktif jika seseorang atau sekelompok oknum yang mengaku dirinya
mencintai alam justru melakukan hal-hal kurang pantas seperti aksi vandalisme. Sebab
apa yang mereka lakukan tentunya sangat jauh dari makna “mencintai”. Karena
ketika kita mencintai sesuatu, naluri kita adalah menjaganya agar tidak rusak.
Berdasarkan informasi
yang dilansir dari situs kompasiana (31/10/17) selama lima tahun terakhir, aksi
vandalisme banyak terjadi di beberapa cagar budaya dan cagar alam termasuk
kawasan pendakian yang motivasinya hanya sekedar menunjukkan kebanggaan akan
pencapaian mereka tanpa memperhatikan kelestarian alam yang perlu dijaga.
Maka dari itu, sebagai seorang pecinta
alam yang baik, apa yang bisa kita lakukan?
1. Menanamkan kode etik pecinta alam
di dalam diri masing-masing
Kode
etik pecinta alam Indonesia yang disahkan di Ujung Pandang pada tahun 1974
telah dirumuskan sebaik-baiknya dan memiliki nilai-nilai yang tentunya berguna
bagi kemaslahatan untuk alam, masyarakat, serta pecinta alam itu sendiri.
Segala sesuatu yang kita lakukan dilingkungan alam alangkah lebih baik jika
berlandaskan kode etik pecinta alam Indonesia.
2. Melakukan kegiatan positif untuk mengurangi
vandalisme
Banyak kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah
ataupun mengurangi aksi vandalism. Diantaranya kita bisa melakukan sosialisasi
terhadap masyarakat atau kalangan yang bersangkutan seperti pendaki, pecinta
alam, khususnya kalangan remaja. Dengan memberikan edukasi kita bisa
memperkecil kemungkinan maraknya aksi vandalisme. Selain sosialisasi, kita juga
dapat terjun langsung menanggulangi kegiatan vandalism ini dengan melaksanakan
kegiatan penghapusan coretan-coretan aksi vandalisme. Dengan begitu, kita dapat
menikmati kembali keindahan alam tanpa adanya kerusakan-kerusakan yang dibuat
oleh oknum.
Terlepas daripada itu, sebagai
seorang pecinta alam yang baik tentunya kita harus tetap mencontohkan perilaku
terpuji dan terus menginspirasi banyak orang agar semakin banyak yang menyadari
bahwa alam yang terhampar luas di negeri kita ini tentu harus dijaga bukan
hanya dinikmati keindahannya saja.
Referensi
:
https://www.kompasiana.com/listyo/59f757078dc3fa5d2b5a0112/vandalisme-merusak- keindahan-dan-kenyamanan-lingkungan
0 Comments