Muncul berbagai
respond dari makhluk berakal bernama manusia atas apa yang menimpa tempat
berpijak ini. Ada keluh, pilu, duka yang teramat dalam, simpati, empati hingga
hasrat intelektual yang memunculkan banyak asumsi mengapa bencana ini terjadi.
Banjir,
misalnya. Banyak para ahli mengatakan ini terjadi karena curah hujan yang
tinggi dan berlangsung terus-menerus. Apa pernyataan itu salah? Tentu Tidak!
Memang betul curah hujan sedang tinggi dan berlangsung terus-menerus di
beberapa daerah. Namun apa itu saja penyebabnya? Tidak! Alam telah diciptakan
dengan keseimbangan. Tuhan turunkan hujan pada alam, lau tuhan juga ciptakan
hutan dan tanaman sebagai penyangganya. Air itu memberikan penghidupan bagi
mereka dan pada akhirnya manusia juga yang menikmati kesuburannya. Adilkah bila
manusia selalu menjadikan alam sebagai kambing hitam?
Mari kita
sedikit tenggelam dalam pemerenungan, disertai akal sehat pula tentunya. Secara teori memang betul, Indonesia sendiri
merupakan wilayah yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung.
Hal ini disebabkan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng
tektonik yakni, lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan lempeng Pasifk.
Namun, itu semua merupakan hukum alam yang lahir bukan tanpa sebab. Tuhan
sebagai pusat segala kehidupan menciptakan apapun yang nampak maupun yang tak
nampak dengan karunia-Nya untuk kebaikan umat manusia itu sendiri. Salah satu
hikmah dari posisi wilayah yang demikian yakni kesuburan wilayah yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan.
Namun, ada
tangan-tangan dan ketamakan manusia itu sendiri yang tidak jarang menghancurkan
sumber-sumber penghidupan. Berapa banyak hutan yang sudah dikorbankan untuk
sebuah kepentingan tanpa menimbang-nimbang kemaslahatan? Berapa jumlah binatang-binatang
penghuni alam itu yang hak-haknya diberangung dan pupus? Sudah tidak terhitung
bukan? Padahal sekali lagi Tuhan telah hadirkan segala sesatu dengan
keseimbangan untuk sebuah kemaslahatan.
Lalu sebagai
manusia yang bertuhan, tentu kita juga percaya akan adanya adzab, peringatan
dan ujian bukan? Jika kita masih percaya itu mari bermuhasabah pula terhadap
apa yang telah dan sedang kita perbuat di bumi yang kita pijak, menyoal apa
yang terjadi akhir-akhir ini. Dari Abu Huarirah berkata:
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kekuasaan dianggap
keuntungan, amanat dianggap rampasan, membayar zakat dianggap merugikan,
belajar bukan karena agama, suami tunduk pada istrinya, durhaka terhadap ibu,
menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah, bersuara keras
(menjerit-jerit) di masjid, orang fasik menjadi pemimpin suatu bangsa, pemimpin
diangkat dari golongan yang rendah akhlaknya, orang dihormati karena takut pada
kejahatannya, para biduan dan music (hiburan yang berbau maksiat) banyak digemari,
minuman keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini sewenang-wenang
mengutuk generasi kam muslimin. Maka hendaklah mereka waspada karena pada saat
itu akan terjadi hawa panas, gempa, longsor dan kemusnahan. Kemudian diikuti
oleh tanda-tanda (kiamat) yang seperti untaian permata yang berjatuhan karena
terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).” (HR. Trimidzi)
Apabila kita
maknai hadis tersebut mencerminkan apa yang terjadi ditengah-tengah kita saat
ini. Penguasa yang berbuat dzalim terhadap alam dan kemanusian, kemaksiatan
yang semakin menjadi pemandangan diberbagai kalangan, ajaran agama yang tidak
diindahkan, pun ulama yang banyak kehilangan integritasnya karena tertipu oleh
kekuasaan. Maka, jangan salahkan alam yang menegur kita semua dengan bencana
yang hadir tanpa bisa ditawar-tawar lagi.
Padahal, Indonesia
sendiri sebagai negara yang semua warganya berketuhanan sejatinya mampu lebih
humanis. Agama manapun mengajarkan umatnya untuk taat pada perintah Tuhan serta
berhubungan baik dengan alam dan kemanusiaan.
“Dunia
tipu-tipu?” Betul, kesenangan pada dunia terkadang menipu manusia hingga larut
dalam kemaksiatan dan keserakahan dengan mengabaikan bagaimana seharusnya
berpijak di alam yang hanya sekejap.
Pada akhirnya,
atas apa yang menimpa kita saat ini muhasabah yakni intropkesi dan evaluasi
diri menjadi suatu keniscayaan. Jika setiap bencana adalah ujian, mari kita
berusaha untuk lulus menhadapi ujian ini dengan menaiki level diri menjadi
pribadi yang lebih lagi. Menginsyafi pentingnya habluminallah (hubungan baik
dengan Allah) habluminannas (hubungan baik dengan manusia) dan habluminalalam
(hubungan baik dengan alam).
Jika setelah
ujian ini berakhir dan kita tidak juga mau dan mampu memperbaiki diri, maka
jangan salahkan bila esok alam menegur dengan cara yang lebih dahsyat. Bahkan
barangkali semakin dekat dengan tiba saatnya gunung-gunung seperti bulu yang
dihamburkan, matahari, rembulan, planet dihancurkan dan manusia seperti
anai-anai yang beterbangan. Wallahualam Bussawab.
Tentu ini hanya
sebuah pemerenungan mendalam, mencoba menjawab keresahan atas apa yang menjadi
fenomena manusia dan alam sembari bercermin pada diri. Jelas, tidak ada kata ‘terlambat’
untuk memperbaiki diri atas apa yang telah diperbuat. Dan tidak ada kata ‘terlau
dini’ untuk memulai hari ini dengan lebih baik lagi.*)))
2 Comments
✨
ReplyDelete🥰
ReplyDelete