Oleh Dery “Kupang” Dwi Darmawan
(Sumber
ilustrasi: eea.europa.eu)
Sudah setahun lebih sejak Covid-19 melanda banyak negara di dunia, dan hampir genap satu tahun Covid-19 pertama kali hadir negara Indonesia, lalu kemudian menyebar dengan begitu cepat ke seluruh penjuru negeri. Covid-19 terus menyebar hingga saat ini di wilayah Indonesia dan di dunia. Kehadirannya pun membawa dampak yang tidak didamba-damba atau disangka-sangka oleh seluruh manusia di muka bumi ini. Bagaimana tidak, dampak yang ditimbulkan dari virus ini memberikan efek domino yang massif dan mendestruksi seluruh aspek kehidupan. Semua bidang kehidupan hampir lumpuh akibat kehadirannya, mulai dari banyaknya PHK, keterbatasan kegiatan ekonomi, dan lain sebagainya. Dunia menghadapi sebuah kenormalan hidup yang baru pasca covid-19 melanda di hampir seluruh wilayah dunia.
Coronavirus disease
atau covid-19 merupakan virus yang muncul di negara Tirai Bambu, China pada akhir tahun 2019 dan mewabah menjadi
pandemi pada awal 2020. Virus ini menyebabkan penyakit dari gejala ringan
hingga gejala yang berat. Covid-19 menyerang jutaan penduduk di dunia dan
menyebabkan kasus kematian. Angka kematian Covid-19 menurut data statistic yang
tersaji di worldometers.info sendiri
sudah mencapai 2,2 juta kasus. Sementara itu, Indonesia sendiri masih mengalami
peningkatan kasus positif Covid-19.
Akibat
Covid-19 ini, banyak dari kita yang kehilangan berbagai momentum dan mengalami
segala macam kesulitan. Kegiatan sekolah dan kuliah yang terpaksa dilakukan
secara daring, sektor pariwisata yang sepi wisatawan, dan mungkin bagi para
pecinta alam sendiri, Covid-19 turut mempersulit penggiat kealaman untuk
mengeksplorasi cantiknya lanskap yang luar biasa di alam bumi ini. Namun,
apakah Covid-19 sepenuhnya menjadi mala petaka bagi dunia ini? Apakah semua
yang berkaitan dengan Covid-19 selalu menjadi hal yang buruk bagi segenap
manusia di dunia ini? Semua dikembalikan pada diri kita masing-masing untuk
menilai dan merefleksi kehadirannya. Apakah Covid-19 tercipta hanya sekadar
sebagai sebuah bentuk bencana ataukah ada hal lain yang bisa kita cari dan
ambil hikmah dari kehadirannya?
Setiap
kejadian selalu terkoneksi dengan sesuatu yang disebut hikmah. Setidaknya itulah
yang Penulis yakini, bahwa di setiap hal yang terjadi di dunia ini selalu ada
nilai atau hikmah yang bisa diambil, entah bagaimana caranya kita mendapatkannya.
Begitupun dengan Covid-19.
Bila
kita merefleksikan secara mendalam, Covid-19 memberikan banyak waktu bagi kita
untuk bisa berkumpul di rumah bersama keluarga, mengajarkan kita agar bisa
hidup hemat di tengah situasi yang tidak begitu pasti, menyadarkan kita untuk
bisa memiliki kreativitas dalam hidup yang bisa berguna bagi kehidupan di situasi
apapun. Covid-19 juga membuat kita bersyukur pada setiap momentum yang kita
jalankan, bersyukur pada setiap kesempatan yang sedang kita jalankan. Tidak
hanya itu, secara tidak langsung, ternyata Covid-19 berdampak juga pada
lingkungan alam yang dikabarkan membaik pasca manusia melakukan kegiatan WFH (Work From Home) dan lockdown di sejumlah negara.
Berbagai
pemberitaan memperlihatkan, bahwa ternyata Covid-19 membawa hal baik untuk alam
di bumi ini (meskipun mungkin hanya sementara). Alam bumi merayakan kondisi
yang baik bagi dirinya selama pandemi Covid-19 terjadi. Dilansir dari situs kompas.com, sejak awal 2020 untuk pertama kalinya secara kontinyu emisi
gas rumah kaca, bahan bakar fosil, lalu lintas udara, darat, laut secara
drastic mengalami penurunan. Hal demikian disebabkan oleh kebijakan lockdown yang dilakukan negara-negara di
dunia, atau kebijakan WFH yang dilakukan juga oleh Indonesia. Menurut Mohammad
Darvish, Anggota Dewan Keamanan untuk Lingkungan mengatakan bahwa menurunnya
pergerakan manusia di alam dan lingkungan luar ruangan secara signifikan mulai
mengurangi penyebaran polusi dan gempa bumi. Selain itu, di Jakarta sendiri
sempat menjadi perbincangan di salah satu media sosial yang memperlihatkan
cerahnya langit Jakarta yang tidak seperti biasanya, tertutup polusi yang cukup
pekat, sebagai akibat diberlakukannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) beberapa bulan lalu di Jakarta.
Alam
yang kian hari memperlihatkan penurunan kualitas dan wajah lesunya seolah
kembali segar ketika pandemi Covid-19 melanda. Kegiatan manusia yang mungkin
secara tidak langsung disadari merusak alam menurun intensitasnya selama
Covid-19 mewabah. Namun, hal demikian tidak lantas membuat kita terlena.
Membaiknya alam di tengah badai covid-19 ini mesti menjadi evaluasi bagi
seluruh manusia di muka bumi agar bisa menjaga terus lingkungan alam tetap
stabil meskipun nanti pandemi ini sudah berakhir atau mungkin ketika
orang-orang sudah bisa melakukan kegiatan seperti semula dengan skema hidup new normal. Akan tetapi, yang harus
menjadi perhatian kita adalah kemungkinan penyebaran polusi dan/atau pencemaran
yang jauh lebih berbahaya dan massif di masa depan pasca pembatasan kegiatan
sosial selama pandemi covid-19 dilaksanakan. Lonjakan kegiatan yang mencemari lingkungan
bisa saja terjadi. Dalam artikelnya, Beth Gardiner (2020) yang dikutip dari
lama nationalgeographic.com
menyampaikan, “Even though the air has
been cleaner as a result of the global lockdown, a more polluted future has
been brewing while we weren’t looking”.
Berbagai ancaman baru mungkin saja terjadi, seperti melonjaknya sampah plastik,
sampah bekas masker, dan lain sebagainya. Lebih lanjut Gardiner mengatakan
bahwa membaiknya kualitas lingkungan alam mungkin hanya bersifat sementara. Ia
menuturkan bahwa para ahli khawatir pasca pelonggaran lockdown dan situasi
sudah mulai normal, dunia di masa depan akan lebih banyak lalu lintas, polusi,
dan perubaha iklim yang tak pasti. Hal demikian menjadi perhatian kita untuk
selalu bersikap waspada dan berhati-hati agar kondisi alam dan lingkungan bisa
tetap terjaga dan stabil dalam kondisi yang baik. Oleh karena itu, Covid-19
harus menjadi refleksi bagi kita agar senantiasa menjaga lingkungan alam yang
menjadi tempat hidup dan bernaung kita semua di bumi ini.
Sifat
manusia yang destruktif memang tidak bisa dihindarkan, namun sudah menjadi
tugas bagi pihak-pihak yang memiliki kewarasan dan kepedulian penuh tentang
pentingnya melestarikan lingkungan alam agar tetap terjaga dan bisa menopang
kehidupan segenap manusia di dunia semaksimal mungkin. Pandemi Covid-19
menyadarkan kita bahwa alam yang sudah lelah akhirnya bisa menghela nafas
dengan lega (entah meski mungkin hanya sejenak) ketika manusia tidak banyak
melakukan kegiatan di luar lingkungan yang bisa mengganggu alam.
Ternyata,
ada banyak hikmah, pelajaran, dan kesadaran yang didapatkan dari hadirnya virus
yang melumpuhkan banyak kegiatan di berbagai dimensi kehidupan di seluruh
dunia. Setiap kejadian selalu memiliki nilai baik yang bisa kita ambil, termasuk
saat Covid-19 melanda. Dengan adanya fenomena ini, hendaknya membuat kita
menjadi manusia yang bersyukur, terukur, dan terstruktur dalam menjalani hidup.
Alam memberikan apa yang kita butuhkan, dan dengan mudah, alam juga bisa
mengambil apa yang saat ini kita punya.
Sumber Referensi:
Gardiner, Beth.
(2020). Why COVID-19 Will End Up Harming
The Environment. Diakses pada 1 Februari, Pukul 12.42, dari https://www.nationalgeographic.com/science/2020/06/why-covid-19-will-end-up-harming-the-environment/
https://www.worldometers.info/coronavirus/
Wirawan, M.K. (2020). Bumi Rayakan Kondisi Terbaiknya di Tengah
Wabah Virus Corona. Diakses pada 31 Januari 2020, Pukul 16.40, dari
https://www.kompas.com/global/read/2020/04/22/064100670/bumi-rayakan-kondisi-terbaiknya-di-tengah-wabah-virus-corona?page=all
2 Comments
Mantulssss
ReplyDeleteKupang🤘🏻
ReplyDelete