Oleh
Fadya “Nyelap” Mardhiyyah
(Sumber
ilustrasi: sls-uk.org)
Masalah sampah plastik
adalah salah satu masalah yang sulit dipecahkan dari dulu hingga sekarang dan
kini semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna
R. Jambeck dari University of Georgia, pada tahun 2010 saja ada 275 juta ton
sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia dan terus bertambah tiap
tahunnya. Sekitar 4,8-12,7 juta ton diantaranya terbuang dan mencemari laut.
Berdasarkan studi yang dirilis oleh McKinsey and Co dan Ocean Conservancy, Indonesia
sendiri merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut
terbesar kedua di dunia setelah China. Padahal jumlah penduduk Indonesia hampir
sama dengan India, yaitu 187 juta jiwa. Namun tingkat pencemaran plastik ke
laut India hanya sekitar 0,24 juta ton/tahun dan menempati urutan ke 12.
Plastik pertama kali diperkenalkan
oleh Alexander Parkes pada tahun 1862. Plastik temuan Parkes disebut parkesine ini dibuat dari bahan organik
dari selulosa. Ia mengatakan bahwa parkesine
ini bisa dibuat transparan dan mampu dibuat dalam berbagai bentuk. Sayangnya,
temuannya ini tidak bisa dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang
digunakan.
Hingga sekarang, penggunaan barang berbahan
plastik sulit untuk dihindari dan sudah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Karena sifatnya yang ringan, mudah ditemukan, dan kuat menjadikan
plastik praktis untuk digunakan. Namun, banyak dampak buruk yang dapat terjadi dari sampah-sampah plastik bagi
kesehatan maupun lingkungan. Sampah plastik yang menumpuk tanpa disadari juga
berbahaya dan dapat mengancam kesehatan serta keseimbangan lingkungan sekitar.
Barang-barang
berbahan dasar plastik tersebut merupakan bahan polimer sintesis yang sulit
terdegradasi dialam, butuh
puluhan sampai ratusan tahun untuk sampah plastik terurai secara alami.
Telah banyak himbauan
dan aturan berkaitan tentang pengurangan penggunaan plastik yang dilakukan oleh pemerintah namun hasilnya masih
belum terlihat hingga sekarang. Maka dari itu kita tidak boleh hanya diam saja,
karena upaya besar juga tidak akan berhasil tanpa adanya upaya sederhana yang
bisa kita lakukan sehari-hari.
Banyak upaya sederhana yang berdampak besar jika kita melakukannya
secara berulang, yaitu
1.
Menggunakan botol minum, dan tempat
makan
Mungkin saat pertama kali membawanya kita akan merasa malas dan risih. Tetapi hal ini untuk
menghindari kita membeli makanan ataupun minuman dalam plastik. Dengan begitu,
akan membantu sampah plastik berkurang.
2.
Membawa tas belanja
Kantong
plastik belanja pun menjadi salah satu kontributor terbesar dari sampah plastik
yang tersebar. Kantong plastik belanja umumnya hanya bisa digunakan untuk
beberapa kali saja dan akhirnya harus dibuang begitu saja. Dengan
menggunakan tas belanja berbahan kain, kita dapat memakainya berulang-ulang dan
dapat membersihkannya sendiri. Selain itu, tas berbahan kain tentunya lebih
kuat dibandingkan kantong plastik.
3.
Menghindari sedotan plastik
Tidak banyak disadari bahwa pemakaian
sedotan plastik sekali pakai mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap
kematian banyak hewan. Maka dari itu, kita dapat mengganti sedotan plastik
dengan sedotan berbahan stainless. Sedotan
berbahan stainless sudah banyak
dijumpai dipasaran, jadi kita tidak sulit untuk mencarinya. Keuntungan
menggunakan sedotan berbahan stainless yaitu,
dapat dipakai berulang dan dicuci kembali.
Itulah kebiasaan-kebiasaan
yang dapat kita lakukan dan juga contohkan kepada orang lain. Selain mengurangi
sampah plastik, kita bisa menerapkan konsep 3R (reduce, reuse, and recycle). Memanfaatkan sampah plastik untuk
digunakan kembali atau di daur ulang. Dengan
memanfaatkannya maka kita bisa mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh sampah plastik. Perlu langkah nyata untuk menciptakan bumi yang
indah dan asri. Agar kelak, anak-cucu kita tetap dapat menikmati keindahannya.
Referensi :
0 Comments