Ekspedisi merupakan agenda tahunan yang kerap
kali dilakukan oleh Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum (MAPACH) FPIPS UPI,
Bandung. Target ekspedisi tahun ini ialah eksplor bagian timur Indonesia,
tepatnya di Kepulauan Banda Naira, Maluku Tengah, Maluku. Ekspedisi ini mengusung
tema "Merawat Warisan Sejarah, Menguatkan Pendidikan, dan Menjaga
Lingkungan Banda Naira". Tema tersebut diusung berbasis pada tridharma
perguruan tinggi sebagai upaya MAPACH dalam mewujudkan kontribusi nyata serta
mempertajam peran mahasiswa, meliputi tiga pilar penting perguruan tinggi,
yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian, yang berlangsung selama 6 hari.
Dalam mewujudkan kegiatan kami bekerja sama dengan MAHARIPALA Universitas Banda
Naira dan MAHIPALA Universitas Islam Negeri Abdul Muthalib Sangadji.
Kegiatan selanjutnya, mengadakan seminar
terkait integrasi filsafat lingkungan dan pendidikan sejarah dalam upaya
menumbuhkan sikap nasionalisme terhadap warisan budaya. Pembicara pada seminar
ini diisi langsung oleh rektor Universitas Banda Naira (UBN), yaitu bapak Dr.
Muhammad Farid, M. Sos, bertempat di rumah pengasingan Bung Hatta. Beliau
menjelaskan bagaimana asal-usul Banda Naira sebagai pusat perdagangan
rempah-rempah pada masanya dan tokoh-tokoh perjuangan yang menjadi tahanan
politik lalu diasingkan di Banda Naira pada zaman Hindia Belanda, serta
bagaimana kehidupan dan semangat nasionalisme para pejuang bangsa, khususnya Bung
Hatta dalam mewujudkan keadilan di bidang pendidikan bagi anak-anak Banda
melalui adanya sekolah sore. Seminar ini menjadi ruang reflektif yang
mempertemukan dimensi sejarah, nilai-nilai kearifan lokal, dan urgensi
pelestarian lingkungan dalam kerangka pendidikan kebangsaan.
Selain itu, kami juga menerima undangan kolaborasi
dengan tim KKN-Neira Basudara UGM melalui kegiatan FGD perancangan
modul pembelajaran kontekstual untuk sekolah alternatif di Sekolah Beta
Alam atau Generasi Warna-Warni. FGD ini mendiksusikan bagaimana pembuatan modul
serta elemen penting yang ada didalamnya, sehingga diharapkan dapat menjadi
bahan dan masukan dalam pembuatan modul yang akan dilakukan tim KKN-Neira
Basudara UGM. Dalam forum ini, terjadi pertukaran gagasan yang konstruktif yang
melibatkan analisis kebutuhan pembelajaran, pendekatan berbasis lokalitas,
serta integrasi nilai-nilai sosial dan lingkungan dalam proses pembelajaran.
Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat jejaring antar tim pengabdian, tetapi
juga menjadi langkah strategis dalam mengembangkan pendidikan alternatif yang
relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat Banda Naira. Melalui
sinergi ini, diharapkan terbentuk modul pembelajaran yang lebih responsif,
partisipatif, dan berkelanjutan bagi anak-anak di sekolah tersebut.
Pilar Penelitian diwujudkan atas urgensi situs
sejarah yang berpotensi menjadi sumber pembelajaran nilai-nilai nasionalisme
dalam menguatkan karakter kewarganegaraan, terlebih kepulauan Banda Naira
menyimpan banyak cerita sejarah bangsa. Aspek yang diteliti meliputi bagaimana
realitas situs sejarah dijadikan sumber pembelajaran nilai-nilai nasionalisme,
lalu bagaimana situs sejarah dapat membentuk karakter kewarganegaraan, dan bagaimana
tantangan serta hambatan yang terjadi dalam implementasinya. Dalam pengambilan
data, selain wawancara dengan informan yang relevan dan mumpuni, kami juga
melakukan studi dokumentasi dan obervasi secara langsung dengan mengunjungi situs-situs tempat
sejarah, seperti Istana Mini, Rumah Pengasingan Bung Hatta, Rumah Pengasingan
dr. Tjipto Mangunkusumo, Rumah Pengasingan Iwa Kusumasumantri, Benteng Nassau,
Benteng Belgica, Parigi Rante, Benteng Hollandia, Kuburan Kuno Nona Lantzius, Perkebunan
Pala, Batu Bedarah (Blood Stone), dan Parigi Pusaka.
Identitas pecinta alam diwujudkan melalui
kegiatan pendakian Gunung Api Banda dengan ketinggian 640 mdpl. Meskipun kurang
dari seribu mdpl tetapi medan pendakian cukup menantang, terlebih banyaknya
medan bebatuan dan pasir. Gunung Api Banda merupakan salah satu gunung yang
masih aktif, sehingga aktivitas vulkanik yang berkelanjutan dan
interaksi antara magma panas dengan batuan di sekitarnya, termasuk pelepasan
gas dari magma menyebabkan batuan menjadi panas. Keadaan tersebut kerap kali
dimanfaatkan pendaki untuk memanaskan air. Selain itu, kami juga mengunjungi
Pulau Syahrir atau pulau pisang kemudian Pulau Karaka, disana kami menikmati
keindahan ciptaan Tuhan dengan melihat birunya hamparan laut dan langit senja
di sore hari. Enam hari di Banda Naira menjadi perjalanan berkesan bagi kami,
bukan hanya tentang keindahan alam dan kekayaan sejarah saja, tetapi juga menjadi
wahana dalam memahami makna harmoni keberagaman. SALAM MAPACH!!! (Aldiska "Namplok" Adelina Fitri dan Dodoh "Tumpah" Siti Saadah)
1 Comments
kereen🔥
ReplyDelete