MERAWAT WARISAN SEJARAH, MENGUATKAN PENDIDIKAN, DAN MENJAGA LINGKUNGAN BANDA NAIRA

Dokumentasi Foto Bersama Tim Ekspedisi 
Sumber: Mapach (2025)

Ekspedisi merupakan agenda tahunan yang kerap kali dilakukan oleh Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum (MAPACH) FPIPS UPI, Bandung. Target ekspedisi tahun ini ialah eksplor bagian timur Indonesia, tepatnya di Kepulauan Banda Naira, Maluku Tengah, Maluku. Ekspedisi ini mengusung tema "Merawat Warisan Sejarah, Menguatkan Pendidikan, dan Menjaga Lingkungan Banda Naira". Tema tersebut diusung berbasis pada tridharma perguruan tinggi sebagai upaya MAPACH dalam mewujudkan kontribusi nyata serta mempertajam peran mahasiswa, meliputi tiga pilar penting perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian, yang berlangsung selama 6 hari. Dalam mewujudkan kegiatan kami bekerja sama dengan MAHARIPALA Universitas Banda Naira dan MAHIPALA Universitas Islam Negeri Abdul Muthalib Sangadji.

Dokumentasi Foto Bersama Wakil Rektor UIN AM Sangadji, Ambon 
Sumber: Mapach (2025)

            Pilar pendidikan diwujudkan melalui dua kegiatan utama, yaitu mengadakan sosialisasi terkait peduli lingkungan dengan anak-anak Generasi Warna-Warni (GWW) di Sekolah Beta Alam dengan tujuan agar anak dapat memahami bagaimana lingkungan yang sehat dan indikator-indikatornya, serta mencegah sedini mungkin akan terjadinya kerusakan lingkungan yang dapat dipicu oleh ulah manusia. Kegiatan ini tidak hanya memberikan pemahaman teoretis, tetapi juga melibatkan pendekatan partisipatif melalui permainan edukatif dan praktik langsung yang disesuaikan dengan usia anak. Melalui kegiatan ini, diupayakan agar nilai-nilai kepedulian terhadap alam dapat ditanamkan sejak usia dini, sehingga turut membentuk karakter anak yang memiliki kesadaran lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sosialisasi ini menjadi ruang pembelajaran bersama antara fasilitator dan peserta, sekaligus menjadi langkah konkret dalam menanamkan pendidikan lingkungan hidup sebagai bagian integral dari proses pembentukan warga negara yang bertanggungjawab secara ekologis.

Kegiatan selanjutnya, mengadakan seminar terkait integrasi filsafat lingkungan dan pendidikan sejarah dalam upaya menumbuhkan sikap nasionalisme terhadap warisan budaya. Pembicara pada seminar ini diisi langsung oleh rektor Universitas Banda Naira (UBN), yaitu bapak Dr. Muhammad Farid, M. Sos, bertempat di rumah pengasingan Bung Hatta. Beliau menjelaskan bagaimana asal-usul Banda Naira sebagai pusat perdagangan rempah-rempah pada masanya dan tokoh-tokoh perjuangan yang menjadi tahanan politik lalu diasingkan di Banda Naira pada zaman Hindia Belanda, serta bagaimana kehidupan dan semangat nasionalisme para pejuang bangsa, khususnya Bung Hatta dalam mewujudkan keadilan di bidang pendidikan bagi anak-anak Banda melalui adanya sekolah sore. Seminar ini menjadi ruang reflektif yang mempertemukan dimensi sejarah, nilai-nilai kearifan lokal, dan urgensi pelestarian lingkungan dalam kerangka pendidikan kebangsaan.

Selain itu, kami juga menerima undangan kolaborasi dengan tim KKN-Neira Basudara UGM melalui kegiatan FGD perancangan modul pembelajaran kontekstual untuk sekolah alternatif di Sekolah Beta Alam atau Generasi Warna-Warni. FGD ini mendiksusikan bagaimana pembuatan modul serta elemen penting yang ada didalamnya, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan dan masukan dalam pembuatan modul yang akan dilakukan tim KKN-Neira Basudara UGM. Dalam forum ini, terjadi pertukaran gagasan yang konstruktif yang melibatkan analisis kebutuhan pembelajaran, pendekatan berbasis lokalitas, serta integrasi nilai-nilai sosial dan lingkungan dalam proses pembelajaran. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat jejaring antar tim pengabdian, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam mengembangkan pendidikan alternatif yang relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat Banda Naira. Melalui sinergi ini, diharapkan terbentuk modul pembelajaran yang lebih responsif, partisipatif, dan berkelanjutan bagi anak-anak di sekolah tersebut.

Pilar Penelitian diwujudkan atas urgensi situs sejarah yang berpotensi menjadi sumber pembelajaran nilai-nilai nasionalisme dalam menguatkan karakter kewarganegaraan, terlebih kepulauan Banda Naira menyimpan banyak cerita sejarah bangsa. Aspek yang diteliti meliputi bagaimana realitas situs sejarah dijadikan sumber pembelajaran nilai-nilai nasionalisme, lalu bagaimana situs sejarah dapat membentuk karakter kewarganegaraan, dan bagaimana tantangan serta hambatan yang terjadi dalam implementasinya. Dalam pengambilan data, selain wawancara dengan informan yang relevan dan mumpuni, kami juga melakukan studi dokumentasi dan obervasi secara langsung dengan mengunjungi situs-situs tempat sejarah, seperti Istana Mini, Rumah Pengasingan Bung Hatta, Rumah Pengasingan dr. Tjipto Mangunkusumo, Rumah Pengasingan Iwa Kusumasumantri, Benteng Nassau, Benteng Belgica, Parigi Rante, Benteng Hollandia, Kuburan Kuno Nona Lantzius, Perkebunan Pala, Batu Bedarah (Blood Stone), dan Parigi Pusaka.

Dokumentasi Observasi Situs Sejarah
Sumber: Mapach (2025)

          Pilar Pengabdian diwujudkan melalui kegiatan penanaman mangrove jenis Rhizhopora sebanyak 50 bibit di pesisir Pantai Tanda dengan melibatkan pemuda-pemudi dusun Kalombo sekaligus sebagai upaya dalam mendukung konservasi yang sebelumnya dilakukan oleh pengelola Wana Wisata Mangrove. Mangrove ini diperoleh dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melalui kerjasama dengan MAHIPALA UIN AM Sangadji. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir, tetapi juga untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat khususnya generasi muda mengenai pentingnya peran mangrove dalam mitigasi perubahan iklim dan perlindungan habitat laut. Aksi penanaman ini merepresentasikan bentuk komitmen kolektif dalam merawat lingkungan secara berkelanjutan melalui pendekatan berbasis partisipasi masyarakat dan kearifan lokal pesisir. Dengan melibatkan langsung warga setempat, kegiatan pengabdian ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki serta tanggung jawab bersama dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Dokumentasi Foto Bersama di Puncak Lewerani
Sumber: Mapach (2025)

Identitas pecinta alam diwujudkan melalui kegiatan pendakian Gunung Api Banda dengan ketinggian 640 mdpl. Meskipun kurang dari seribu mdpl tetapi medan pendakian cukup menantang, terlebih banyaknya medan bebatuan dan pasir. Gunung Api Banda merupakan salah satu gunung yang masih aktif, sehingga aktivitas vulkanik yang berkelanjutan dan interaksi antara magma panas dengan batuan di sekitarnya, termasuk pelepasan gas dari magma menyebabkan batuan menjadi panas. Keadaan tersebut kerap kali dimanfaatkan pendaki untuk memanaskan air. Selain itu, kami juga mengunjungi Pulau Syahrir atau pulau pisang kemudian Pulau Karaka, disana kami menikmati keindahan ciptaan Tuhan dengan melihat birunya hamparan laut dan langit senja di sore hari. Enam hari di Banda Naira menjadi perjalanan berkesan bagi kami, bukan hanya tentang keindahan alam dan kekayaan sejarah saja, tetapi juga menjadi wahana dalam memahami makna harmoni keberagaman. SALAM MAPACH!!! (Aldiska "Namplok" Adelina Fitri dan Dodoh "Tumpah" Siti Saadah)

Post a Comment

1 Comments